Pasca Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan
bangsa Indonesia belum selesai dan sangat berat. Mengapa? Sebab kita
menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus berjuang
mem-pertahankan kemerdekaan Sementara disisi lain harus menghadapi
tindakan makar dari gerakan separatis.
Apa saja gerakan sparatis di Indonesia?
A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari
jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir
jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam
Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut
kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin
membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR
membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing
bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di
pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada
tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera
bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah
doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan
kekacauan, terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest).
Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September
1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di
Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang
berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang
bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi
militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping
itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot
Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk
mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan
dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota
Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan
Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak.
Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1
Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah
bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis
yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan
PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan
dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI
sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis
dalam waktu singkat.
B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia
harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus
mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak
semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan
sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M.
Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949,
Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan
Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang
cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa
Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu
(Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan
dengan tokohnya Kahar Muzakar.
C. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan
pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat
yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan
tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti
berikut.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat.
Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan
memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan
Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya
tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra
Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan
berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai
perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.
D. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian
Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan
pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk
menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer
beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan
ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara
Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian,
pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958,
walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.
E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki
tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut
Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan
ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir
sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang
sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap
perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti
Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding
Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa,
Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai
dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya
dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang
beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung
dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah
Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di
Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada
AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru
bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka
telah dibubarkan secara formal. |
F. Gerakan Separatis Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

DN. Aidit
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh
Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh.
Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa
yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI
menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin
bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI
melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan
buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan
aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI
membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus
tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI
yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina
anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI
yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat
dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara
PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai
pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat
untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh
oleh Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando
AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang
RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI
AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau
awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS)

Dr. Soumokil
Pada masa
pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang
stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut
antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi
Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
H. Republik Maluku Selatan (RMS)

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah
daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud
untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia
masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat,
RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka
RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai
pemerintahan di pengasingan, Belanda.
Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris
diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda
yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara
Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A.
Manusama dan J.H. Manuhutu.
RMS di Belanda lalu menjadi
pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku
mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada
hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette
perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat
bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong
dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada
harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati
terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring
dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya
donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku
hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi)
tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti
Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan
penuh.
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan
di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans
Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete
adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap
menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik,
Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda
dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar
terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa
berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga
dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua
jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS
yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan
bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk
apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung
kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana
beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah
Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press
di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para
aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan
karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi
yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS
frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan
sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai
teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga
sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini
dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok
Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain
(atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok
ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun
1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977
menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga
menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi
antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk
menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan
mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan
diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa
itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab
dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa
elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari
Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai
Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu
bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya
aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu
mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir
para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi.
Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh
aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki.
Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan
mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS
yang dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.
I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah
sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk
mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia.
Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan
Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya. .
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki
hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara
Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969
merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak
Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada
bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM
dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas
Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob
Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan
berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini berumur pendek
karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden
Soeharto.
Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM
didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk menggalang dukungan
masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah tersebut.
Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik
Selatan, dan ASEAN
latar belakang pemerontakan biasanya
diawali dari ketidakpuasan masyarakat daerah atas kebijakan pemerintah
yang dirasa kurang adil. Oleh karena itu, saya berharap kepada
pemerintah, agar lebih memperhatikan daerah2 yang yang selama ini
“terabaikan” sehingga kedepannya tidak ada lagi pemberontakan terhadap
pemerintah, karena nyawa rakyat indonesia lebih berharga daripada
intrik-intrik poltik yang hanya menguntungkan sebagian orang yang
berkuasa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar